Kaidah Utama: “Perlakukanlah orang lain sebagaimana engkau ingin diperlakukan†– ini adalah kaidah utama dari semua agama dan kitab suci yang merupakan intisari dari psikologi spiritual transpersonal.â€
“Memperdulikan sesama!†Kalimat bijak ini adalah sebuah panggilan terhadap kesadaran kita dari kesadaran personal menuju kesadaran transpersonal. Demikian kutipan dari Bapak Anand Krishna tentang intisari psikologi spiritual transpersonal.
 Pemuka Masyarakat yang mempunyai kebiasaan merokok?
Abraham Maslow menggunakan piramida kebutuhan manusia untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan manusia yang selalu berkembang. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).
Kebutuhan fisik adalah kebutuhan terendah. Kebutuhan berikutnya adalah rasa aman, seperti kebutuhan rumah, kesehatan di hari tua, dapat menyekolahkan putra-putrinya dan lain-lain. Setelah itu ada kebutuhan sosial untuk berhubungan dengan orang lain. Kemudian baru kebutuhan harga diri, agar dirinya dalam pergaulan sosial bisa dihargai. Dan akhirnya adalah kebutuhan untuk aktualisasi diri, kebutuhan untuk melaksanakan karya nyata di tengah masyarakat.
Bukankah Pemuka Masyarakat yang merokok masih bisa memenuhi semua kriteria dari Piramida Kebutuhan Manusia Maslow? Bukankah dia masih bisa beraktualisasi dengan tetap merokok? Bukankah dia bisa merokok di tempat mereka yang biasa merokok sehingga tidak mengganggu kesehataan umum?
Bagaimana Pandangan Bhagavad Gita?
Dalam Bhagavad Gita 7:28 dijelaskan tentang perbuatan mulia: “PERBUATAN MULIA TANPA CELA tidak sama dengan perbuatan baik. Perbuatan baik ada kebalikannya, yaitu perbuatan jelek, tidak baik. Perbuatan baik masih merupakan bagian dari dualitas. Ada baik, ada buruk. Perbuatan mulia yang dimaksud di sini tidak memiliki kebalikannya. Perbuatan mulia yang dimaksud melampaui baik-buruk.
“Baik-buruk adalah hasil konsensus masyarakat dan pembuat undang-undang. Di negara kita, dan banyak negara lainnya, konsumsi narkoba ditentukan sebagai perbuatan buruk, jahat. Seseorang bisa dijatuhi hukuman-mati oleh karenanya. Tetapi adiksi pada rokok tidak dijatuhi sanksi apapun. Padahal jika kita melihat statistik yang benar dan tidak diselewengkan, maka jumlah mereka yang teradiksi oleh rokok jauh lebih besar, lebih banyak dari jumlah konsumen narkoba.
“Pun jumlah orang yang mati karena gangguan pernapasan, kanker paru-paru, dan sebagainya akibat candu-rokok jauh lebih banyak dari korban narkoba atau miras. Tapi konsensus rnasyarakat dan pemerintah adalah ‘Say No to Drugs’ dan hanya ‘drugs’ saja — rokok tidak termasuk kampanye kita. Barangkali, karena kita masih membutuhkan dana cukai dari rokok. Atau, juga karena para pembuat undang-undang dan peraturan pun, umumnya masih merokok. Entah!
Perhatikan lanjutan penjelasan Bhagavad Gita 7:28
MELAMPAUI BAIK—BURUK ADALAH KEMULIAAN, dan perilaku yang mulia adalah perilaku berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Landasannya bukanlah tradisi. Landasannya adalah: ‘Berbuatlah terhadap orang lain, sebagaimana kamu menghendaki orang lain berbuat terhadapmu.’  (Krishna, Anand. (2014). Bhagavad Gita. Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma)
Mungkin masih ada alasan, bukankah perokok bisa merokok di lingkungan perokok? Sehingga asap rokok orang lain pun tidak mengganggu si perokok?
Bagaimana bila tindakan merokok seorang Pemuka Masyarakat diteladani orang banyak dan banyak orang yang jatuh sakit karena meneladani tindakannya? Bagaimana bila seorang Pemuka Masyarakat yang merokok dijadikan idola orang banyak? Apakah masyarakat tidak menjadi korban?
Apakah Sang Pemuka masyarakat tidak paham bahwa merokok itu membahayakan kesehatannya. Pengetahuan itu tersebar di mana-mana, tidak mungkin dia tidak tahu. Tidakkah ia tahu setiap sel paru-paru itu hidup? Setiap sel lahir mati berkembang, melaksanakan tugas dan setelah jangka waktu tertentu mati dan diganti sel yang baru? Apakah tindakan merokok itu tidak merupakan kekerasan terhadap kehidupan sel paru-paru dan sel organ lain dalam tubuhnya? Berarti sang perokok melakukan kekerasan terhadap sel-sel tubuh yang seharusnya dilindunginya. Apakah dia suka bila alam melakukan kekerasan terhadap dirinya? Kalau dia tidak peduli terhadap kesehatan dirinya, apakah dia peduli terhadap kesehatan orang lain?
Kepedulian terhadap Kesehatan
“Hal itu mesti dimulai dari diri sendiri. ]ika kita tidak peduli terhadap kesehatan diri, maka sudah pasti kita tidak peduli terhadap kesehatan orang lain.
“Rokok sudah terbukti merusak kesehatan si perokok sendiri, merusak kesehatan siapa pun yang secara tidak langsung menghirup asap rokok, merusak lingkungan, dan yang terakhir ini penting sekali namun mungkin tidak pernah kita perhatikan: Kebiasaan merokok melemahkan jiwa si perokok. Rokok mencandukan. Ya, rokok itu candu. Jangan mengira rokok itu lebih baik daripada narkotika. Pengaruhnya terhadap jiwa pemakai sama saja. Bahkan barangkali rokok justru lebih berbahaya daripada narkotika.
“Rokok Merusak Kesehatan secara Perlahan. Narkotika merusak kesehatan dengan kecepatan superjet. Itulah perbedaannya dengan rokok bagi kesehatan ï¬sik. Tapi, bagi kesehatan mental/emosional, pengaruh rokok lebih buruk daripada narkotika.
“Anda bisa membebaskan diri dari kebiasaan narkoba dalam waktu yang jauh lebih singkat, asal Anda sadar. Dan, biasanya kesadaran itu datang sendiri, karena badan Anda sudah tidak keruan. Berbeda dengan rokok, pengaruhnya tidak secepat dan sedahsyat narkoba. Ia merusak Anda secara perlahan-lahan. Kerusakan yang terjadi pun perlahan. Anda tidak dapat mendeteksinya, sehingga kesadaran untuk melepaskannya tidak muncul.
“Kecanduan apa saja, terlebih kecanduan rokok membuat jiwa Anda sangat lemah dan bergantung pada kebiasaan atau candu tersebut. Anda mulai ‘mengira’ bahwa seluruh hidup Anda bertopang pada kebiasaan itu. ‘Tidak ada hidup tanpa rokok,’ demikian Anda memberikan aï¬rmasi pada diri sendiri.
“Anda Merasa Tidak Berdaya. Pada awalnya sebatas ‘tidak berdaya melepaskan rokok’, namun lama-lama jiwa Anda makin melemah dan merasa ‘tidak berdaya’. Tidak berdaya dalam segala hal.
“Jika terjadi sesuatu pada diri Anda, Anda tidak akan mencari solusi, malah menyalahkan orang lain, mencari kambing hitam.† Dikutip dari buku (Krishna, Anand. (2012). Javanese Wisdom, Butir-Butir Kebijakan Kuno bagi Manusia Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)
Ingatlah kesehatan anda, putra-putri dan anak cucu anda dan perhatikan pula banyaknya orang yang memperoleh pembenaran atas kebiasaan merokok anda. Selama anda terikat (rokok) maka anda belum bebas belum merdeka.
Ir. Triwidodo Djokorahardjo,M.Eng (Ketua Program Studi One Earth College)